Menjaga Integritas Pemilu: Peran dan Tantangan DKPP
Dalam sistem demokrasi Indonesia, pemilihan umum bukan hanya proses memilih pemimpin, tetapi juga mekanisme legitimasi politik yang menentukan arah bangsa. Untuk memastikan pelaksanaannya berjalan sesuai asas luber dan jurdil, diperlukan lembaga yang mengawasi penyelenggara pemilu secara ketat. Salah satu lembaga penting itu adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP.
DKPP adalah lembaga yang bertugas memeriksa, mengadili, dan
menjatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara
pemilu. Lembaga ini hadir sebagai penjaga moralitas dan integritas pelaksanaan
pemilu, sehingga penyelenggaranya—mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)—tidak menyalahgunakan kewenangan atau bertindak
di luar batas etika jabatan.
Melalui situs resminya di dkpp.or.id atau https://dkpp.or.id/,
masyarakat dapat mengakses putusan, melaporkan dugaan pelanggaran etik,
memeriksa agenda sidang, hingga mengetahui proses penanganan aduan.
Sejarah dan Dasar Pembentukan DKPP
DKPP tidak hadir begitu saja. Pada awalnya, pengawasan etik
penyelenggara pemilu berada di bawah lembaga ad-hoc yang dibentuk dalam konteks
reformasi sistem pemilu. Namun, dinamika pemilu yang semakin kompleks menuntut
mekanisme yang lebih permanen dan independen.
Oleh karena itu, DKPP dilembagakan sebagai badan tetap yang
berdiri sejajar dengan KPU dan Bawaslu. Keberadaannya dipertegas melalui
ketentuan undang-undang, sehingga memiliki landasan hukum yang kuat dalam
menjalankan fungsi pengawasan etik terhadap seluruh penyelenggara pemilu di
Indonesia.
Tugas dan Kewenangan DKPP
Walaupun sering disalahpahami sebagai lembaga yang
menentukan pemenang pemilu, DKPP tidak memiliki kewenangan tersebut. Fungsi
DKPP hanya terkait pada ranah etik. Adapun tugas utamanya adalah:
1. Menerima dan menindaklanjuti pengaduan
Pengaduan dapat diajukan oleh masyarakat, peserta pemilu,
partai politik, lembaga swadaya masyarakat, maupun saksi yang mengetahui dugaan
pelanggaran.
2. Memanggil pihak terkait
DKPP memiliki kewenangan memanggil pihak yang diduga
melakukan pelanggaran, saksi, atau pihak lain untuk memberikan keterangan yang
relevan.
3. Mengadili dan memutus perkara etik
Jika terbukti melanggar, penyelenggara pemilu dapat dijatuhi
sanksi, mulai dari teguran hingga pemberhentian tetap dari jabatannya.
Dengan struktur kewenangan seperti ini, DKPP bertindak
layaknya "wasit etik" yang memastikan penyelenggara pemilu
bekerja secara profesional, independen, dan tidak memihak.
Meningkatnya Pengaduan: Cermin Dinamika Demokrasi
Periode 2024–2025 menjadi salah satu masa paling sibuk dalam
sejarah DKPP. Berdasarkan data resmi DKPP, jumlah pengaduan yang masuk selama
2024 hingga akhir Januari 2025 mencapai 881 aduan. Angka ini menunjukkan
dua hal penting:
- Kesadaran
publik meningkat — masyarakat semakin memahami bahwa pelanggaran etik
penyelenggara pemilu dapat dilaporkan
- Pengawasan
internal masih harus diperkuat — tingginya pengaduan mencerminkan
banyak penyelenggara pemilu yang belum memahami batasan etika jabatan
Beberapa putusan DKPP juga berujung pada sanksi berat,
termasuk pemberhentian dari jabatan bagi sejumlah ketua dan anggota
penyelenggara pemilu di tingkat daerah. Langkah ini membuktikan bahwa penegakan
etik bukan formalitas, melainkan tindakan nyata yang memiliki konsekuensi.
Kontroversi dan Tantangan DKPP
Layaknya institusi demokrasi lainnya, DKPP juga menghadapi
berbagai kritik dan tantangan. Sebagian pihak mempertanyakan struktur
kelembagaannya dan menyoroti perdebatan mengenai posisi kesekretariatan yang
dinilai masih membutuhkan penguatan.
Ada pula diskusi apakah DKPP perlu memperluas cakupan
wewenang hingga menyentuh peserta pemilu, bukan hanya penyelenggaranya. Namun,
wacana ini menuai pro dan kontra. Sebagian berpendapat bahwa perluasan
kewenangan diperlukan untuk mengawasi etika politik secara menyeluruh,
sementara pihak lain mengingatkan bahwa DKPP harus tetap fokus agar tidak
tumpang-tindih dengan lembaga lain.
Perdebatan ini adalah bagian sehat dari perkembangan
demokrasi. Sebab, lembaga pengawas etik perlu terus dikritisi dan disempurnakan
agar tetap relevan dan kredibel.
Mengapa DKPP Penting bagi Demokrasi?
Keberadaan DKPP memiliki nilai strategis, karena:
- Menjaga
kepercayaan publik terhadap proses pemilu
- Mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara
- Menjamin
profesionalisme dan integritas aparat pemilu
- Menjadi
rujukan etik bagi seluruh pelaksanaan tahapan pemilu
Tanpa DKPP, pelanggaran etik mungkin akan luput dari
pengawasan, atau lebih buruk lagi, dianggap hal biasa. Dengan DKPP,
penyelenggara pemilu sadar bahwa setiap tindakan mereka diawasi dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Akses Informasi dan Pengaduan
Masyarakat yang ingin mengetahui perkembangan persidangan
etik atau ingin mengirim laporan resmi dapat mengakses laman dkpp.or.id
atau https://dkpp.or.id/.
Portal ini menyediakan fitur pelaporan pengaduan, hasil putusan, jadwal
persidangan, hingga dokumen resmi lain yang dapat diunduh.
Kemudahan akses ini membuat DKPP menjadi lembaga yang
transparan, modern, dan responsif terhadap kebutuhan publik.
Penutup
Pemilu yang adil bukan hanya ditentukan oleh hasil akhir
atau siapa yang menang. Ia ditentukan oleh integritas proses. DKPP hadir
memastikan proses itu tetap bersih, transparan, dan bermartabat.
Dengan bekerja menjaga etika penyelenggara pemilu, DKPP pada
dasarnya menjaga masa depan demokrasi Indonesia. Karena demokrasi bukan sekadar
memilih pemimpin, tetapi memastikan bahwa proses pemilihan berlangsung jujur,
beretika, dan dipercaya rakyat.
Dan selama masyarakat dapat memantau, melapor, dan menilai
lewat dkpp.or.id dan https://dkpp.or.id/,
maka cita-cita demokrasi yang sehat tetap berada di jalur yang benar.
